Selasa, 09 April 2013

kasih seorang pembantu

                Namaku vega putri. Aku biasa dipanggil vega. Aku terlahir dari keluarga yang serba kecukupan. Aku tinggal bersama ibu dan para pembantu di rumah. Ayahku pergi meninggalkanku sejak umurku 7 tahun.  Dan sekarang, umurku menginjak 14 tahun. Aku bersekolah di smp ternama di jakarta. Aku memiliki sahabat yang setia denganku. Dia bernama jennita wulandari, biasa dipanggil wulan. Wulan tidak sebanding denganku. Dia hanya anak seorang pembantu, namun itu tidak menjadi masalah bagiku. Dia sangat baik sekali padaku. Wulan selalu ada buatku. Aku anggap dia adikku. Dalam persahabatnku ini, mamaku mengetahuinya, dia tidak mempermasalahkan hal ini. Malahan mamaku senang jika aku punya teman main. Aku bersahabatan dengan wulan sejak aku bertemunya di rumah pembantuku (kakaknya ibunya wulan). Wulan memang anak yang polos, tetapi dia cantik, pintar, dan juga setia. Aku sangat beruntung sekali bisa bersahabatan dengan wulan.
                Suatu hari, aku duduk termenung di balkon sekolah
                “vega... ayo masuk, sudah hampir masuk kelas nih!” seru wulan
                Aku hanya mengangguk saja.
                “vega... kamu kenapa? Kamu sakit? Ceritalah padaku?” tanya wulan berurutan
                “eh...em... tidak, aku baik-baik saja” kataku menyakinkan wulan
                “syukurlah kalau begitu, ayo bangkit dan lekas masuk kelas!” pinta wulan
Aku segera menuruti wulan. Aku berjalan sangat hati-hati. Aku tidak mau memberi tahu wulan, jika sebenarnya mamaku masuk rumah sakit dan diagnosa dokter menyatakan mamaku menderita kanker stadium tingkat lanjut. Dalam hal ini, dokter meyakinkan keluarga kalau mamaku umurnya tak akan lama lagi. Keluargaku sangat syok, terutama aku. Aku tidak ingin membuat sahabatku sedih tentang hal ini. Setelah sampai dikelas, aku segera menuju tempat duduk dan meletakkan tas.
                “vega, kamu sakit ya? Tidak seperti biasanya kamu?”
                “vega, wajahmu pucat sekali, ke uks saja ya!”
                “vega, badan kamu dingin sekali, kamu kenapa?” tanya teman-temanku
                “tak apa, aku baik-baik saja. Mungkin karena tadi aku belum sarapan.” Jawabku menyakinkan mereka sambil sedikit tersenyum
“baiklah jika begitu, tapi jika badan kamu kurang enak. Bilang saja ya!” pinta temanku agak sedikit ragu.
“oke... siap” kataku sambil sedikit bersemangat
Bel sekolah dibunyikan, guru matematika datang menyapa kami
“pagi anak-anak” seru guru matematiku yang bernama pak sajadi
“pagi, pak” jawab teman-teman meriah

Pelajaran dimulai, hari ini pelajaran matematika. Matematika adalah mata pelajaran yang paling kusuka. Namun, hari ini aku tidak bisa berkonsentrasi. Pikiranku dipenuhi oleh keadaan mamaku. Aku sangat cemas dengan keadaaan mamaku. Jika apa yang dikatakan dokter benar, aku belum sanggup menerimanya. 1 jam pembelajaran digunakan dengan materi, 1 jam berikutnya digunakan mengerjakan soal. Aku melihat soal saja sudah pusing, apa lagi mengerjakan?. Jadi kuputuskan untuk tidur di kelas. Tanpa ku sadari, pak sajadi memanggilku. Rasa kaget pun membangunkanku.
               
                “vega... “panggilnya
                “eh... iya pak, ada apa?” tanyaku gugup
                “ayo giliran kamu mengerjakan soal ini!” pinta pak sajadi.
                Rasa cemas menyertaiku, tapi harus bagaimana lagi, aku harus maju dan berpura - pura sehat didepan mereka.  
“baik, pak” jawabku lesu
Aduh, kepalaku terasa berat sekali, kakiku terasa susah untuk dipindahkan. Pak sajadi memberikan aku spidol, namun rasanya aku tak kuat memegangnya. Badanku terasa lemas untuk berdiri. Rasanya kepalaku merasa berputar-putar tak menentu. Ingin sekali ku pingsan. Kucoba untuk tetap bertahan dan  menggoreskan spidol di papan tulis, alhasil, aku hanya mencoret segaris saja, lalu memanggil pak sajadi, dan kugenggam tanganya sekuat sisa tenagaku, dan tiba-tiba diriku terjatuh dipundaknya.
saatku dibopong para guru dan teman-teman, sempat kudengar suara wulan memanggil namaku disertai tangisan.
                “vega... bangunlah... aku menyangimu” kata wulan
Direbahkannya diriku dikasur uks yang sedikit empuk. Bau-bau minyak membuatku bangun. Ku buka mataku, dan kulihat disekelilingku. Raut wajah teman – temanku yang menandakan kecemasan melihat keadanku yang sangat pucat sekali.
                “syukurlah, kamu udah siuman, kami menghawatirkan keadaanmu..” kata wulan sambil memeluk erat tubuhkan.
                “makasih ya semuanya, kalian udah peduli sama aku” kataku pada teman-teman semua
                “apa yang sebenarnya terjadi padamu vega?” tanya temanku sambil sedikit memaksa
                “ jujur sebenarnya aku memang lagi sakit. Badanku terasa gak enak, dan tadi malam mamaku masuk rumah sakit menderita kanker, pikiranku terus menuju mamaku, aku merasa cemas dengan keadaaannya. Dan aku belum siap kehilangannya ” jujurku mengatakan kepada mereka.

Bel tanda akhir sekolah dibunyikan. Segera wulan dan teman-teman menghampiriku di UKS sambil membawakan tasku. Ditatihnya aku menuju halaman sekolah, wulan menaikkan aku dimobil jemputanku. Namun sebelumnya, wulan memintaku untuk memperbolehkannya ikut ke rumah sakit menjenguk mamaku. Setelah sampai di rumah sakit, aku segera menuju kamar mamaku dimana dia dirawat. Kulihat kondisi mamaku yang mengkhawatirkan. Selang-selang yang menghubungkan ke tubuh mamaku, membuat hatiku tak tega melihatnya. Andai saja, penyakit ini boleh dipindahkan, biarlah kanker ini masuk ke tubuhku, janganlah mamaku yang menjadi korban. Dia telah melahirkan dan merawatku, jadi tolong sembuhkan dia.
                “vega... aku tau perasaan kamu. Memang sedih melihatnya, tapi kamu jangan terus-terusan sedih, semua orang sedih jika melihatmu begini. Aku mengerti perasaanmu sekarang.”
                “wulan... aku harus bagaimana? Sudah tiada lagi orang yang memberika semangat untukku. Ayahku tak peduli sama aku. Sekarang, hidupku sudah tak berarti lagi.”
                “vega... disini masih ada aku, aku tidak keberatan jika kamu memberikan sebagian bebanmu kepadaku”
                “makasih wulan, kamu udah menjadi sahabat terbaikku” kataku sambil memeluknya.
                “sama-sama vega, aku sedih jika lihat kamu menderita kayak gini. Senyumlah!”
Setelah menengok mamaku, aku pulang ditemani wulan. Hari ini, wulan tidur di rumahku. Jadi ada teman yang menemaniku saat ini. Aku mulai tidak kesepian lagi.
Genap 2 minggu mamaku dirawat dirumah sakit. Hari ini aku mendapat telpon dari nomor yang tak ku kenal di ponselku. Ku angkatnya dengan ragu-ragu.
                “assalamu’alaikum”
                “wa’alaikum salam”
                “maaf, saya bicara dengan siapa ini?” tanyaku ragu
                “benar ini vega putri anak dari ibu laras putri?” tanya orang yang tak kukenal itu.
                “benar, anda siapa?” tanyaku penasaran
                “saya dari pihak rumah sakit, memberitahukan bahwa ibu anda sedang dalam kondisi kritis, diharapkan kedatangan saudara, untuk menemani beliau!” perintah orang yang tak kukenal itu yang tenyata pihak dari rumah sakit yang merawat mamaku.
                “apa? Mama saya kritis? Baiklah, saya akan segera menuju kerumah sakit.” Kataku setengah kaget
                “baiklah, teri....”kata petugas rumah sakit itu yang belum selesai bicara, tapi langsung ku tutup ponselku
                Segera ku memanggil wulan, dan memanggil pak tresno supir pribadi keluarga kami untuk menemaniku pergi ke rumah sakit. Mereka bergegas cepat lalu, segera menuju ke mobil dan berangkat menuju ke rumah sakit. Aku meminta pak tresno untuk segera lebih cepat mengemudikan mobilnya. Setelah sampai di rumah sakit, belum sampai di parkiran aku sudah turun disusul dengan wulan. Aku langsung menuju ke kamar dimana mama ku dirawat. Namun, apa yang terjadi? Mamaku sudah tidak ada di kamarnya. Ku coba untuk bertanya pada petugas rumah sakit.
                “permisi pak, pasien yang dirawat di kamar ini dimana ya?” tanya ku sampai-sampai tak bernafas.
                “oh, pasien yang dirawat disini, sudah dipindah dek, anda sudah ditunggu di ruangan dokter pasien ini.” Kata petugas rumah sakit dengan terbata-bata
                “ baik, makasih pak.” Jawab ku terburu-buru
Aku berlari secepat mungkin, menuju ruangan dokter mamaku. Panggilan wulan tak sama sekali ku hiraukan, sampai-sampai wulan terjatuh aku tak menolong. Setelah sampai di ruang dokter mamaku, aku langsung masuk saja, tanpa mengetuk pintu.
                “dokter, dimana mamaku?” tanyaku penuh gelisah
                “vega, tenanglah. Mari duduk dulu!” sahut dokter dengan tenang
                “dok, cepatlah.. beritahu sekarang dimana mamaku. Aku butuh dia sekarang!”
                “ini temannya nak vega ya?” tanya dokter pada wulan yang baru saja datang dan tak menghiraukan perintahku
                “eh... iya dok? Jawab wulan tergesa-gesa
                “bisa bicara sebentar?” dokter meminta wulan
                “dok, saya kan anaknya, kenapa bukan saya?” kataku frontal
                “kamu nanti juga tau sendiri, mari nak wulan, ikut saya sebentar”ajak dokter, lalu membawa wulan keluar
                “ada apa dok? Kenapa harus saya? Anda mau membawa saya kemana?” tanya wulan cemas
                “kamu akan saya tunjukkan ke salah satu ruangan dirumah sakit ini, nanti setelah sampai, pasti kamu paham!” jelas dokter sambil berjalan terburu-buru
                Sampailah wulan dan dokter di suatu ruangan di rumah sakit
                “dokter? Kenapa anda membawa saya dtempat menyeramkan ini?” tanya wulan ketakutan
                “apakah kamu tau maksud saya membawa kamu ke kamar jenazah?” dokter balik nanya pada wulan.
                “dok, apakah tante laras....” tanya wulan tak selesai
                “iya, dia sudah tiada, dia meninggalkan pesan untukmu agar selalu menjaga vega.” Kata dokter sambil membuka kurungan jenazah mamaku
                “tidak mungkin dok... ini bukan beliau, aku tidak percaya semua ini...” wulan tak percaya, langsung memeluk erat jenazah mamaku
                “sekarang, saya mohon, tolong beri tahu vega,. Saya tidak sanggup melihat vega menangis” pinta dokter pada wulan
                “tidak mungkin dok, saya tidak ingin melihat sahabat saya menangis, lebih baik dokter saja!” wulan balik suruh dokter
                “maaf nak wulan, saya tidak sanggup, cepatlah hampiri vega lalu ceritakan apa yang terjadi!”
                Wulan langsung meluncur ke ruangan dokter mamaku, dengan tergesa-gesa sambil tersedu-sedu.
                “wulan, kamu kenapa?”
                “vega, kamu harus sabar ya!” kata wulan sambil memelukku.
                “apa-apaan kamu? Apa maksud kamu?” tanyaku tak mengerti
                “vega, ma... m... ma... mama kamu, u...u... dah.. gak ada.” Kata wulan terbata-bata
                “hah? Ga mungkin. Aku tau kamu bohong, mama gak mungkin ninggalin aku sendirian hidup dibumi ini.” Aku tak percaya sama sekali omongan wulan
                “ayo ikut aku!”
                Aku segera mengikuti wulan, yang ternyata dia membawaku ke kamar jenazah
                “apa-apaan kamu wulan, mamaku belum meninggal, dia masih hidup, kenapa kamu mengajak ku kemari?
                “vegaaa, percayalah padaku, masuklah dan ikuti aku!”
                Vega membuka salah satu kurungan jenazah yang ternyata ku lihat adalah tubuh mamaku. Setengah tak percaya aku, apakah aku sedang mimpi, atau kah ini bener-bener terjadi?
                “gak mumgkin, mama belum meninggal, mama gak menungkin ninggalin aku sendirian, aku masih liat mama tadi di sekitarku sambil tersenyum, ini bukan mama..”
                “vega, tenanglah... kamu harus sabar, kamu jangan kayak gini, disini masih ada aku!” kata wulan menenagkanku
                Akhirnya, aku mulai percaya jika itu jenazah mamaku, memang sih itu membuatku radak sakit, tpi ku coba untuk mengikhlaskan mamaku pergi, biarkan dia tenang disisi-Nya. Jenazah mamaku pun sudah dimakamkan, isak tangis keluarga, kerabat, dan tetangga membuatku tambah sedih. aku mencoba untuk tetap tabah walau hatiku kini hancur lebur, aku meras hidupku didunia ini tidak lagi berguna lagi. Aku tak bisa menghormati orang yang kusayangi lagi, hidupku hancuuur.
                Proses pemakaman selasai, aku pulang terakhir ditemani dengan wulan. Ingin sekali ku temani mamaku setiap saat. Namun, wulan menolaknya. Dia menasihatiku, menemaniku saat detik-detik terakhir mamaku. Hanya wulan yang aku punya saat ini.
                Setelah sampai dirumah, aku langsung menuju kamar, segera ku ambil fotoku bersama mamaku, kupeluknya se-erat mungkin.
                Genap 1 tahun mamaku pergi meninggalkanku. Selama ini, aku mulai bangkit dari keterpurukanku. Wulan dan mamanya lah yang menemaniku waktu itu, memotivasiku, dan memberikan kasih sayang padaku. Mereka kini tinggal bersamaku di rumah. Aku anggap mereka sebagai keluargaku. Aku sekarang merasa hidupku mulai berati. Aku kini merasakan sepertyi ada jiwa mama yang melekat pada diri bu sapti mama wulan.
                Dia tidak membeda-bedakan aku dengan wulan. Aku kini serasa mempunyai mama, kasi sayang yang dia berikan, tidak jauh berbada dengan apa yang diberika mamaku dulu kepadaku. Apakah itu hanya bentuk ucapan terimaksih nya kepadaku karena, aku selalu menolong keluargany. Tapi, kayaknya ini benar-benar kaish sayang yang benar-benar tulus dari hati.
                “mama sapti, amaksih udah menyangiku sama seperti mama menyangi wulan, aku kini merasi jiwa mama laras merasuk didalam jiwa mama sapti ” ucapku padanya
                “vega sayang, jangan panggil saya mama, itu sebutan tidak pantas buat saya saya hanya seorang pembantu dan saya hanya ingin melihat nak vega bahagia
                “apapun status mama sapti, itu tidak masalah. Aku sayang pada mama sapti, maksih ya ma.”