Namaku
vega putri. Aku biasa dipanggil vega. Aku terlahir dari keluarga yang serba
kecukupan. Aku tinggal bersama ibu dan para pembantu di rumah. Ayahku pergi
meninggalkanku sejak umurku 7 tahun. Dan
sekarang, umurku menginjak 14 tahun. Aku bersekolah di smp ternama di jakarta.
Aku memiliki sahabat yang setia denganku. Dia bernama jennita wulandari, biasa
dipanggil wulan. Wulan tidak sebanding denganku. Dia hanya anak seorang
pembantu, namun itu tidak menjadi masalah bagiku. Dia sangat baik sekali
padaku. Wulan selalu ada buatku. Aku anggap dia adikku. Dalam persahabatnku
ini, mamaku mengetahuinya, dia tidak mempermasalahkan hal ini. Malahan mamaku
senang jika aku punya teman main. Aku bersahabatan dengan wulan sejak aku
bertemunya di rumah pembantuku (kakaknya ibunya wulan). Wulan memang anak yang
polos, tetapi dia cantik, pintar, dan juga setia. Aku sangat beruntung sekali
bisa bersahabatan dengan wulan.
Suatu
hari, aku duduk termenung di balkon sekolah
“vega...
ayo masuk, sudah hampir masuk kelas nih!” seru wulan
Aku
hanya mengangguk saja.
“vega...
kamu kenapa? Kamu sakit? Ceritalah padaku?” tanya wulan berurutan
“eh...em...
tidak, aku baik-baik saja” kataku menyakinkan wulan
“syukurlah
kalau begitu, ayo bangkit dan lekas masuk kelas!” pinta wulan
Aku segera menuruti wulan. Aku berjalan sangat
hati-hati. Aku tidak mau memberi tahu wulan, jika sebenarnya mamaku masuk rumah
sakit dan diagnosa dokter menyatakan mamaku menderita kanker stadium tingkat
lanjut. Dalam hal ini, dokter meyakinkan keluarga kalau mamaku umurnya tak akan
lama lagi. Keluargaku sangat syok, terutama aku. Aku tidak ingin membuat
sahabatku sedih tentang hal ini. Setelah sampai dikelas, aku segera menuju
tempat duduk dan meletakkan tas.
“vega,
kamu sakit ya? Tidak seperti biasanya kamu?”
“vega,
wajahmu pucat sekali, ke uks saja ya!”
“vega,
badan kamu dingin sekali, kamu kenapa?” tanya teman-temanku
“tak apa, aku baik-baik saja.
Mungkin karena tadi aku belum sarapan.” Jawabku menyakinkan mereka sambil
sedikit tersenyum
“baiklah jika
begitu, tapi jika badan kamu kurang enak. Bilang saja ya!” pinta temanku agak
sedikit ragu.
“oke... siap”
kataku sambil sedikit bersemangat
Bel sekolah
dibunyikan, guru matematika datang menyapa kami
“pagi anak-anak”
seru guru matematiku yang bernama pak sajadi
“pagi, pak” jawab
teman-teman meriah
Pelajaran dimulai, hari ini pelajaran
matematika. Matematika adalah mata pelajaran yang paling kusuka. Namun, hari
ini aku tidak bisa berkonsentrasi. Pikiranku dipenuhi oleh keadaan mamaku. Aku
sangat cemas dengan keadaaan mamaku. Jika apa yang dikatakan dokter benar, aku
belum sanggup menerimanya. 1 jam pembelajaran digunakan dengan materi, 1 jam
berikutnya digunakan mengerjakan soal. Aku melihat soal saja sudah pusing, apa
lagi mengerjakan?. Jadi kuputuskan untuk tidur di kelas. Tanpa ku sadari, pak
sajadi memanggilku. Rasa kaget pun membangunkanku.
“vega...
“panggilnya
“eh...
iya pak, ada apa?” tanyaku gugup
“ayo
giliran kamu mengerjakan soal ini!” pinta pak sajadi.
Rasa cemas menyertaiku, tapi
harus bagaimana lagi, aku harus maju dan berpura - pura sehat didepan mereka.
“baik, pak”
jawabku lesu
Aduh, kepalaku terasa berat sekali, kakiku
terasa susah untuk dipindahkan. Pak sajadi memberikan aku spidol, namun rasanya
aku tak kuat memegangnya. Badanku terasa lemas untuk berdiri. Rasanya kepalaku
merasa berputar-putar tak menentu. Ingin sekali ku pingsan. Kucoba untuk tetap
bertahan dan menggoreskan spidol di
papan tulis, alhasil, aku hanya mencoret segaris saja, lalu memanggil pak
sajadi, dan kugenggam tanganya sekuat sisa tenagaku, dan tiba-tiba diriku
terjatuh dipundaknya.
saatku dibopong para guru dan teman-teman,
sempat kudengar suara wulan memanggil namaku disertai tangisan.
“vega...
bangunlah... aku menyangimu” kata wulan
Direbahkannya diriku dikasur uks yang sedikit
empuk. Bau-bau minyak membuatku bangun. Ku buka mataku, dan kulihat
disekelilingku. Raut wajah teman – temanku yang menandakan kecemasan melihat keadanku
yang sangat pucat sekali.
“syukurlah,
kamu udah siuman, kami menghawatirkan keadaanmu..” kata wulan sambil memeluk
erat tubuhkan.
“makasih
ya semuanya, kalian udah peduli sama aku” kataku pada teman-teman semua
“apa
yang sebenarnya terjadi padamu vega?” tanya temanku sambil sedikit memaksa
“
jujur sebenarnya aku memang lagi sakit. Badanku terasa gak enak, dan tadi malam
mamaku masuk rumah sakit menderita kanker, pikiranku terus menuju mamaku, aku
merasa cemas dengan keadaaannya. Dan aku belum siap kehilangannya ” jujurku
mengatakan kepada mereka.
Bel tanda akhir sekolah dibunyikan. Segera
wulan dan teman-teman menghampiriku di UKS sambil membawakan tasku. Ditatihnya
aku menuju halaman sekolah, wulan menaikkan aku dimobil jemputanku. Namun
sebelumnya, wulan memintaku untuk memperbolehkannya ikut ke rumah sakit
menjenguk mamaku. Setelah sampai di rumah sakit, aku segera menuju kamar mamaku
dimana dia dirawat. Kulihat kondisi mamaku yang mengkhawatirkan. Selang-selang
yang menghubungkan ke tubuh mamaku, membuat hatiku tak tega melihatnya. Andai
saja, penyakit ini boleh dipindahkan, biarlah kanker ini masuk ke tubuhku,
janganlah mamaku yang menjadi korban. Dia telah melahirkan dan merawatku, jadi
tolong sembuhkan dia.
“vega...
aku tau perasaan kamu. Memang sedih melihatnya, tapi kamu jangan terus-terusan
sedih, semua orang sedih jika melihatmu begini. Aku mengerti perasaanmu
sekarang.”
“wulan...
aku harus bagaimana? Sudah tiada lagi orang yang memberika semangat untukku.
Ayahku tak peduli sama aku. Sekarang, hidupku sudah tak berarti lagi.”
“vega...
disini masih ada aku, aku tidak keberatan jika kamu memberikan sebagian bebanmu
kepadaku”
“makasih
wulan, kamu udah menjadi sahabat terbaikku” kataku sambil memeluknya.
“sama-sama
vega, aku sedih jika lihat kamu menderita kayak gini. Senyumlah!”
Setelah menengok mamaku, aku pulang ditemani
wulan. Hari ini, wulan tidur di rumahku. Jadi ada teman yang menemaniku saat
ini. Aku mulai tidak kesepian lagi.
Genap 2 minggu mamaku dirawat dirumah sakit.
Hari ini aku mendapat telpon dari nomor yang tak ku kenal di ponselku. Ku
angkatnya dengan ragu-ragu.
“assalamu’alaikum”
“wa’alaikum
salam”
“maaf,
saya bicara dengan siapa ini?” tanyaku ragu
“benar
ini vega putri anak dari ibu laras putri?” tanya orang yang tak kukenal itu.
“benar,
anda siapa?” tanyaku penasaran
“saya
dari pihak rumah sakit, memberitahukan bahwa ibu anda sedang dalam kondisi
kritis, diharapkan kedatangan saudara, untuk menemani beliau!” perintah orang
yang tak kukenal itu yang tenyata pihak dari rumah sakit yang merawat mamaku.
“apa?
Mama saya kritis? Baiklah, saya akan segera menuju kerumah sakit.” Kataku
setengah kaget
“baiklah,
teri....”kata petugas rumah sakit itu yang belum selesai bicara, tapi langsung
ku tutup ponselku
Segera
ku memanggil wulan, dan memanggil pak tresno supir pribadi keluarga kami untuk
menemaniku pergi ke rumah sakit. Mereka bergegas cepat lalu, segera menuju ke
mobil dan berangkat menuju ke rumah sakit. Aku meminta pak tresno untuk segera
lebih cepat mengemudikan mobilnya. Setelah sampai di rumah sakit, belum sampai
di parkiran aku sudah turun disusul dengan wulan. Aku langsung menuju ke kamar
dimana mama ku dirawat. Namun, apa yang terjadi? Mamaku sudah tidak ada di
kamarnya. Ku coba untuk bertanya pada petugas rumah sakit.
“permisi
pak, pasien yang dirawat di kamar ini dimana ya?” tanya ku sampai-sampai tak
bernafas.
“oh,
pasien yang dirawat disini, sudah dipindah dek, anda sudah ditunggu di ruangan
dokter pasien ini.” Kata petugas rumah sakit dengan terbata-bata
“
baik, makasih pak.” Jawab ku terburu-buru
Aku berlari secepat mungkin, menuju ruangan
dokter mamaku. Panggilan wulan tak sama sekali ku hiraukan, sampai-sampai wulan
terjatuh aku tak menolong. Setelah sampai di ruang dokter mamaku, aku langsung
masuk saja, tanpa mengetuk pintu.
“dokter,
dimana mamaku?” tanyaku penuh gelisah
“vega,
tenanglah. Mari duduk dulu!” sahut dokter dengan tenang
“dok,
cepatlah.. beritahu sekarang dimana mamaku. Aku butuh dia sekarang!”
“ini
temannya nak vega ya?” tanya dokter pada wulan yang baru saja datang dan tak
menghiraukan perintahku
“eh...
iya dok? Jawab wulan tergesa-gesa
“bisa
bicara sebentar?” dokter meminta wulan
“dok,
saya kan anaknya, kenapa bukan saya?” kataku frontal
“kamu
nanti juga tau sendiri, mari nak wulan, ikut saya sebentar”ajak dokter, lalu
membawa wulan keluar
“ada
apa dok? Kenapa harus saya? Anda mau membawa saya kemana?” tanya wulan cemas
“kamu
akan saya tunjukkan ke salah satu ruangan dirumah sakit ini, nanti setelah sampai,
pasti kamu paham!” jelas dokter sambil berjalan terburu-buru
Sampailah
wulan dan dokter di suatu ruangan di rumah sakit
“dokter?
Kenapa anda membawa saya dtempat menyeramkan ini?” tanya wulan ketakutan
“apakah
kamu tau maksud saya membawa kamu ke kamar jenazah?” dokter balik nanya pada
wulan.
“dok,
apakah tante laras....” tanya wulan tak selesai
“iya,
dia sudah tiada, dia meninggalkan pesan untukmu agar selalu menjaga vega.” Kata
dokter sambil membuka kurungan jenazah mamaku
“tidak
mungkin dok... ini bukan beliau, aku tidak percaya semua ini...” wulan tak
percaya, langsung memeluk erat jenazah mamaku
“sekarang,
saya mohon, tolong beri tahu vega,. Saya tidak sanggup melihat vega menangis”
pinta dokter pada wulan
“tidak
mungkin dok, saya tidak ingin melihat sahabat saya menangis, lebih baik dokter
saja!” wulan balik suruh dokter
“maaf
nak wulan, saya tidak sanggup, cepatlah hampiri vega lalu ceritakan apa yang
terjadi!”
Wulan
langsung meluncur ke ruangan dokter mamaku, dengan tergesa-gesa sambil
tersedu-sedu.
“wulan,
kamu kenapa?”
“vega,
kamu harus sabar ya!” kata wulan sambil memelukku.
“apa-apaan
kamu? Apa maksud kamu?” tanyaku tak mengerti
“vega,
ma... m... ma... mama kamu, u...u... dah.. gak ada.” Kata wulan terbata-bata
“hah?
Ga mungkin. Aku tau kamu bohong, mama gak mungkin ninggalin aku sendirian hidup
dibumi ini.” Aku tak percaya sama sekali omongan wulan
“ayo
ikut aku!”
Aku
segera mengikuti wulan, yang ternyata dia membawaku ke kamar jenazah
“apa-apaan
kamu wulan, mamaku belum meninggal, dia masih hidup, kenapa kamu mengajak ku
kemari?
“vegaaa,
percayalah padaku, masuklah dan ikuti aku!”
Vega
membuka salah satu kurungan jenazah yang ternyata ku lihat adalah tubuh mamaku.
Setengah tak percaya aku, apakah aku sedang mimpi, atau kah ini bener-bener
terjadi?
“gak
mumgkin, mama belum meninggal, mama gak menungkin ninggalin aku sendirian, aku masih
liat mama tadi di sekitarku sambil tersenyum, ini bukan mama..”
“vega,
tenanglah... kamu harus sabar, kamu jangan kayak gini, disini masih ada aku!”
kata wulan menenagkanku
Akhirnya,
aku mulai percaya jika itu jenazah mamaku, memang sih itu membuatku radak
sakit, tpi ku coba untuk mengikhlaskan mamaku pergi, biarkan dia tenang
disisi-Nya. Jenazah mamaku pun sudah dimakamkan, isak tangis keluarga, kerabat,
dan tetangga membuatku tambah sedih. aku mencoba untuk tetap tabah walau hatiku
kini hancur lebur, aku meras hidupku didunia ini tidak lagi berguna lagi. Aku
tak bisa menghormati orang yang kusayangi lagi, hidupku hancuuur.
Proses
pemakaman selasai, aku pulang terakhir ditemani dengan wulan. Ingin sekali ku
temani mamaku setiap saat. Namun, wulan menolaknya. Dia menasihatiku,
menemaniku saat detik-detik terakhir mamaku. Hanya wulan yang aku punya saat
ini.
Setelah
sampai dirumah, aku langsung menuju kamar, segera ku ambil fotoku bersama
mamaku, kupeluknya se-erat mungkin.
Genap
1 tahun mamaku pergi meninggalkanku. Selama ini, aku mulai bangkit dari
keterpurukanku. Wulan dan mamanya lah yang menemaniku waktu itu, memotivasiku,
dan memberikan kasih sayang padaku. Mereka kini tinggal bersamaku di rumah. Aku
anggap mereka sebagai keluargaku. Aku sekarang merasa hidupku mulai berati. Aku
kini merasakan sepertyi ada jiwa mama yang melekat pada diri bu sapti mama
wulan.
Dia
tidak membeda-bedakan aku dengan wulan. Aku kini serasa mempunyai mama, kasi
sayang yang dia berikan, tidak jauh berbada dengan apa yang diberika mamaku
dulu kepadaku. Apakah itu hanya bentuk ucapan terimaksih nya kepadaku karena,
aku selalu menolong keluargany. Tapi, kayaknya ini benar-benar kaish sayang
yang benar-benar tulus dari hati.
“mama
sapti, amaksih udah menyangiku sama seperti mama menyangi wulan, aku kini
merasi jiwa mama laras merasuk didalam jiwa mama sapti ” ucapku padanya
“vega
sayang, jangan panggil saya mama, itu sebutan tidak pantas buat saya saya hanya
seorang pembantu dan saya hanya ingin melihat nak vega bahagia
“apapun
status mama sapti, itu tidak masalah. Aku sayang pada mama sapti, maksih ya ma.”